Perumahan di Atas Gedung; Solusi atau Permasalahan?



Beberapa waktu yang lalu, jagat dunia maya dihebohkan dengan sebuah kicaun Twitter dari salah satu orang di Malaysia. Dia mengatakan baru pertama kali melihat komplek perumahan yang berada di atas gedung. Bagi diriku sendiri, baru tahu mengenai komplek perumahan yang berada diatas gedung ini. Informasi yang beredar mengatakan bahwa komplek perumahan tersebut berada di atas Mall Thamrin City, Jakarta Pusat. Dilansir dari kompas.com komplek perumahan Cosmo Park merupakan properti dari PT Agung Podomoro Land. Dahulu, lahan tersebut merupakan lahan yang tidak terurus dan sempat digunakan sebagai bengkel. Hal itu diungkapkan oleh Zaldy Wihardja, selaku Assistant Vice President Marketing PT Agung Podomoro Land.

Alasan dari dibangunnya komplek perumahan tersebut disebutkan bahwa untuk menyediakan kebutuhan warga untuk bisa mempunyai rumah di pusat kota dengan harga yang sesuai. Zaldy juga melanjutkan bahwa alasan lainnya adalah mengingkan apartemen yang lebih luas. Disebutkan juga fasilitas yang tersedia juga cukup lengkap. Mulai dari sanitasi, air bersih, keamanan dan lain sebagainya. Hunian yang dibangun sejak tahun 2006 ini, dibandrol dengan Rp.3-4 miliyar, sementara untuk sewanya sendiri Rp.25 juta perbulan. Sistem kepemilikannya pun juga sama dengan kepemilikan apartemen lain, yaitu dengan strata title plus hak guna bangunan bukan sertifikat hak milik.

Tampak atas perumahan di atas atap (Tribunnews.com)

Dengan harga yang cukup fantastis tersebut, bisa kita tebak siapa saja yang dapat membeli atau menyewa rumah tersebut. Kalau dilihat-lihat harga segitu sudah cukup realistis untuk satu unit rumah dengan fasilitas yang memadai. Serta untuk perumahan di ibukota saja nilai segitu sudah cukup menjadi acuan standar dalam penjualan properti terkhusus rumah.

Menurutku pribadi, perumahan diatas gedung memang hal yang baru. Aku rasa, perumahan diatas gedung tersebut bisa jadi polemik ataupun solusi. Dianggap solusi karena menyediakan ruang untuk memiliki rumah di kawasan yang padat seperti Jakarta. Ditambah beberapa lahan di Jakarta makin sedikit, kalaupun ada pasti harganya selangit. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Kelik Indriyanto yang dilansir dari detik.com dimana dia membenarkan bahwa lahan di Jakarta makin sedikit dan para pengembang rumah harus berinovasi untuk mensiasati hal tersebut.

Namun, polemik dan permasalahan pasti selalu ditemui. Seperti msalah kekuatan dan kemanan gedung penopangnya. Para pengembang sebenarnya sudah menmperkirakan kekuatan gedung penopangnya yang dijadikan pusat perbelanjaan. Permasalahan lain adalah perumahan yang dibangun diatas atap belum memiliki aturan yang jelas dari pemerintah. Hal tersebut diungkapkan oleh Nirwono Joga, seorang pakar tata kota Universitas Trisakti yang dilansir dari vice.com. Menurutnya, pembangunan rumah di atap suatu bangunan bukan merupakan solusi dari sempitnya lahan. Dibandingkan dengan membuat perumahan, di Negara maju, pemerintah dan pengembang rumah disana lebih mengutamakan konsep Green Rooftop. Dengan dibukanya rung terbuka hijau di atap, dampak dari polusi pun dapat dikurangi.

Tata letak perumahan (foto.tempo.co)

Perumahan di atas atap, menimbulkan pro dan kontra. Disalah satu sisi dari pihak pengembang, hal tersebut menjadi solusi dari minimnya lahan untuk dibangun perumahan, di satu sisi hal tersebut perlu dipertimbangkan kembali. Segi izin dan keamanannya harus dipehtitungkan, kemudian melihat konsep green rooftop yang dinilai banyak memberikan manfaat mengurangi polusi, harus segera dilakukan pemerintah DKI Jakarta yang juga sudah dinobatkan sebagai kota berpolusi pada tahun ini. Perlunya ketegasan pemerintah DKI Jakarta untuk mengatur atap-atap bangunan gedung yang dapat difungsikan dengan baik dan dapat bermanfaat bagi kehidupan warganya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PDD; Pekerjaan Kompleks yang Tak Relevan Lagi

Apa Itu Open Recruitment?

Mengenal Hujan