Disiplin yang Dipaksa
![]() |
Kehidupan
kampus berbeda dengan kehidupan pendidikan di tingkat sekolah atau paling dekat
adalah SMA. Perguruan Tinggi mendidik mahasiswanya untuk bisa menjadi orang
yang dapat berguna dan bermanfaat bagi orang banyak, berprilaku yang sesuai
dengan tingkat pendidikannya, menjadi orang yang kritis akan perubahan yang
sedang terjadi, dan masih banyak hal yang dididik dalam perguruan tinggi.
Mahasiswa yang diagungkan dengan kata “Maha” didepan kata “Siswa” harusnya
sudah bertindak dan berprilaku sesuai dengan nama “Mahasiswa” yang diembannya
olehnya. Namun, melihat realita yang masih berlangsung di kehidupan kampus,
rasanya beberapa oknum “Mahasiswa” masih belum menunjukkan hal yang tadi telah
saya sebutkan. Ada salah satu sikap yang mungkin diajarkan sejak dini, dimana
sikap ini sangat bermanfaat buat kita semua karena akan berdampak positif bagi
diri kita sendiri, terutama untuk menteraturkan diri sendiri. Sikap tersebut
adalah “Disiplin”.
Membahas
mengenai disiplin, sekarang coba kita kecilkan lagi lingkup disiplin pada dunia
kampus, terlebih dalam orientasi mahasiswa baru atau yang biasa disebut Ospek.
Kegiatan ospek dibuat untuk mengenalkan dunia kampus pada mahasiswa baru, baik
lingkup universitas maupun fakultas. Pengenalan bagaimana kehidupan kampus,
kemudian fasilitas kampus seperti apa, kegiatan-kegiatan yang ada di lingkup
kampus seperti dna hal-hal lainnya berkaitan dengan kampus. Terlihat dalam
setiap Ospek di berbagai kampus, keteraturan dan kedisiplinan pasti harus
dijaga, datang tepat waktu, dan membawa atribut yang ditugaskan kepada
mahasiswa baru. Namun, sikap disiplin seperti disalahgunakan oleh Oknum senior
di berbagai kampus. Disini saya menyebutkan semua kampus karena pasti setiap
kampus pernah melakukan tindakan-tindakan seperti kekerasan dan perundungan
dengan mengatasnamakan “Disiplin”.
Salah
satu contoh tindakan kekerasan yang mengatasnamanakan disiplin seperti memarahi
maba ketika tidak membawa peralatan atau atribut yang digunakan. Hal tersebut
dapat dikategorikan menjadi kekerasan verbal bilamana kemarahan terus
berlarut-larut bahkan sampai memarahi tanpa sebab sehingga menurunkan mental
maba tersebut. Kemarahan para senior tersbut sudah kelewat batas, terlebih
mereka tidak ada solusi yang diberikan kepada maba, sehingga mereka membenarkan
tindakan tersebut dengan mengatasnamakan penegakan disiplin kepada maba. Saya
tak habis pikir, oknum senior tersebut kok sampe bisa-bisanya marah-marah gak
jelas karena ada aturan sedikit yang dilanggar. Okeh, kalau dalam artian untuk
menjunjung tinggi kedisiplinan saya masih bisa terima, dalam artian juga harus
disertai dengan solusi dan teguran yang secukupnya. Toh juga hal tersebut
biasanya terjadi hanya sekali, pengecualian bagi yang telah berulang melanggar
aturan ya, harus ditindak tegas. Namun, teguran tersebut jangan smapai membuat
mental yang ditegur malah drop, atau mungkin merasa terpaksa melakukan hal
tersebut, dalam tanda kutip “Dipaksa untuk Disiplin”.
Bilamana
sikap disiplin selalu dipaksa, maka tidak ada makna sama sekali yang diambil
oleh orang yang bersangkutan. Kasarnya adalah, “Saya udah ngelakuin hal itu, yaa karena dimarah dan ditegur oleh
senior, jadi takut sama mereka,” Lihat? Disiplin yang dipaksakan dengan
cara marah atau teguran yang kasar dapat menyebabkan mereka dalam tanda kutip
“Terpaksa Patuh” dan ujung-ujungnya “Takut”. Disiplin tersebut ya
ujung-ujungnya hanya dilakukan ketika suatu kegiatan saja, contohnya hanya ketika
Ospek. Menurut saya, percuma saja penegakan kedisiplinan dibarengi oleh teguran
kasar yang sifatnya tidak membangun, bahkan menjatuhkan mental orang tersebut.
Tindakan semena-mena tersebut lebih buruknya adalah akan terus berulang-ulang
kepada adik-adik tingkatmya kelak, layaknya lingkaran setan yang tak ada
ujungnya. Mahasiswa yang dulunya pernah mendapat teguran kasar akan memegang
teguh narasi bahwa “Penegakan Kedisiplinan” pada kegiatan ospek ataupun
kegiatan lain yang terdapat adik tingkatnya. Terlebih, ospek pada tahun ini
seluruh kampus menyelenggarakan secara online. Artinya, tidak ada interaksi
secara fisik yang berlangsung antara senior dan junior. Junior beranggapan
bahwa dengan ospek online, akan baik-baik saja, tak ada serangan verbal seperti
yang ia lihat di Youtube atau berita-berita mengenai perpeloncoan saat ospek. Mungkin
berbeda dengan oknum senior yang sedikit kecewa karena tidak bisa melampiaskan
hal-hal yang telah saya sebutkan di pembahasan sebelumnya (red;perpelocoan, teguran
kasar, dll), lingkaran setan terpaksa berhenti karena pandemi Covid-19.
Kesimpulannya,
oknum senior sudah selayaknya memperlakukan adik-adik tingkatnya seperti kalian
ingin dihargai dan diperlakukan layaknya manusia, bukan seperti budak yang
hanya disuruh-suruh dan diancam dengan kekerasan. Pengenalan kampus sejatinya
adalah untuk mengenalkan kehidupan baru, kehidupan pendidikan yang lebih tinggi
seperti apa, dan lain sebagainya yang diselenggarakan dengan baik dan edukatif.
Apa salahnya untuk membuat ospek yang seperti itu? Tidak memasukkan unsur
kekerasan fisik maupun verbal yang dapat menurunkan mental mahasiswa baru. Sudah
selayaknya aturan dari masing-masing kampus juga diperketat, dengan catatan
tetap mengadakan audiensi dnegan mahasiswa (red;Panitia ospek) agar didapatkan
hasil yang memuaskan di kedua belah pihak. Cara-cara diatas mungkin hanya
sebagian kecil untuk memutus rantai lingkaran setan kekerasan pada mahasiswa
baru dengan mengatasnamakan “Penegakan Kedisiplinan”.
Komentar