Susahnya Ngumpul dengan yang Beda Frekuensi



Kita pastinya punya teman yang sering diajak ngumpul bareng, dan ada kalanya kita juga punya teman yang jarang banget ngumpul sama kita namun kita dihadapkan dengan situasi dimana kita harus membaur kepada mereka. Pastinya susah banget kan. Menurut saya pribadi pastinya susah. Saya sendiri pernah mengalaminya, sering mengalaminya, dan sedang mengalaminya.

Punya teman yang satu pemikiran dengan kita memang asik, saya jamin 100%. Bahkan, punya teman yang seperti itu, bisa menambah persentase umur pertemanan seseorang, hal tersebut berdasarkan analisis pribadi. Kalau sedang ngumpul, pasti hal apapun yang diomongkan langsung nyambung di otak kita. Namanya juga sudah satu frekuensi kan, jadi setiap hal yang diomongin pasti tetap bakalan nyambung dan langsung klop aja gitu dengan pembahasan dalam tongkrongan.

Tapii,, seperti yang saya katakan sebelumnya, ada kalanya kita terjebak atau terpaksa untuk bergabung atau terjerumus ke dalam circle pertemanan yang tidak satu frekuensi dengan kita. Mau tidak mau kita harus bisa menyesuaikan dengan keadaan sekitar, agar kita tetap bertahan dalam berbagai kondisi. Beberapa kondisi yang saya bisa contohkan adalah pada saat kita KKN bagi seorang mahasiswa yang harus menyesuaikan dengan teman-teman sekelompoknya yang belum tentu se-frekuensi dengan kita. Beberapa orang memerlukan waktu penyesuaian dengan wkatu yang berbeda-beda agar nantinya mudah diterima dalam pergaulan mereka dan agar tidak terkesan dikucilkan dalam kelompok KKN.

Selain itu, teman-teman yang beda frekuensi belum tentu juga mengenal kita lebih dalam. Terkadang teman non-frekuensi tersebut mungkin bisa jadi membawa dampak negatif pada diri kita, tapi ada juga yang malah mengajak kita untuk berbuat hal-hal positif. Terkadang, seleksi pertemanan yang beda frekuensi itu juga diperlukan, walau nggak setiap orang melakukan seleksi tersebut. Setiap orang punya pilihannya masing-masing kan..

Bayangkan, ketika kalian lagi nongkrong dengan teman-teman non-frekuensi, terus mereka ngomongin suatu hal yang kalian sama sekali nggak tahu, betapa akward-nya momen tersebut. Ujung-ujungnya kalian cuman bisa ha-ha-hi-hi aja sampe nongkrongnya selesai, main hp, diam-diaman, dann yaa gitu aja terus. Dari situ, mungkin kalian akan berpikir 2x ketika diajak nongkrong sama teman-teman yang non-frekuensi dengan kalian. Saya pernah mengalami hal tersebut, dan memang benar-benar akward gitu, lalu saya juga piker 2x ketika mereka mengajak saya untuk ikut nongkrong bareng mereka. Saya siapkan alasan untuk menolak ajakan tersebut dengan alasan yang masuk akal agar mereka percaya.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah, semakin kita dewasa dan bertambah usia, maka teman-teman kita akan berkurang seiring waktu, dari situlah ketahuan siapa teman-teman kita yang se-frekuensi dengan kita. Jagalah teman-teman se-frekuensi kita itu dengan baik, jangan sampe berpecah belah dan saling berantem satu sama lain, dalam hal ini biasanya diakibatkan dengan masalah sepele yang penyelesaiannya hanya cukup ngobrol bersama dan merumuskan masalahnya dengan pikiran terbuka. Selain itu, teman-teman se-frekuensi ini juga bisa memudahkan kita dalam beberapa urusan, walau hanya bantuan kecil tapi dampaknya mungkin sangat besar buat kehidupan kita kedepannya. 

(Sumber gambar : https://pixabay.com/id/photos/pertemuan-curah-gagas-bisnis-594091/)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PDD; Pekerjaan Kompleks yang Tak Relevan Lagi

Apa Itu Open Recruitment?

Mengenal Hujan